Tuesday, 25 March 2008

general stuw peed*


tanda pangkat di bahu jendral itu sudah lama tidak disetrika
kerut-kerut menyaingi cakar ayam di sudut-sudut matanya

diam-diam si jendral suka menulis puisi. segepok telah ditulisnya,
di sela-sela menulis skenario kamera ria, 'produksi indonesia

menunjang sistem senjata armada terpadu', bualnya,
tanpa pernah percaya di lautan pun panser bisa berjaya

semua ia simpan rapi di bawah kasur, di samping tumpukan playboy tua
madonna, juni 1985, betapa lebat bulu tangannya!

suatu hari ditulisnya puisi buat istrinya, yang selalu setia
membuatkan teh dengan iris-iris jahe yang mengambang di bibir gelas

seperti mayat-mayat Falintil yang ditembaknya sendiri
tahun '75 di perbatasan Dili

dia ingat, sungai yang dia tak kenal namanya itu
tidak cukup coklat untuk menyembunyikan merah darah yang menebar seperti awan

dibayangkannya istrinya, perempuan berseragam daster
dengan bordir beruang di dada kirinya

sungguh cute, kenapa selalu ditinggalkannya?
tour of duty? alasan saja!

ditulisnya sebuah sajak, tentang dia dan istrinya
dan penginapan tua di jogja, tempat mereka minggat

bertahun-tahun lalu. malam tahun baru, kembang api mekar
di langit kota. ia melihat istrinya berdiri di dekat jendela

berseragam daster yang sama, diam menatap langit
yang menyala-nyala.

ingin disapanya istrinya yang waktu itu masih pacarnya
tapi dia merasa malam terlalu dingin, dan dia hanya kembali meringkuk

menarik selimut semakin tinggi
menutup dagunya.

jendral itu ingin sekali menambah satu bintang lagi di tanda pangkatnya
menyematkannya di bahu istrinya yang setia: jendral besar (anumerta).


*judul dicuri dari sini


No comments:

Post a Comment