Friday 31 August 2007

SPELL NARCISSIST RITE, YOU FOOLS!

saya suka berpikir saya adalah orang yang sangat kosmopolit, atau kosmopolitan?, whatever. tadi malam waktu menonton film eternal summer yang membuka q! film festival di blitz megaplex, saya tidak bertepuk tangan di akhir film sementara penonton lain bertepuk dan bersuit, dan saya merasa begitu sophisticated. di luar sebelum film mulai ada zeke & the popo dan sementara orang-orang lain berbisik wah keren ya, saya keras-keras berteriak ke teman di samping saya, nama band yang mirip radiodead ini apa? kawan itu tersentak menjauh seperti saya baru saja bilang pacarnya seorang sundal. di bar orang-orang sibuk bertanya apakah tiket undangan bisa ditukar minuman dan menumpuk hors d'oeuvres di piring kertas sementara saya dengan dinginnya bilang, enggak gue udah makan di bawah, nggak, bawa equil kok dari rumah.

setelah itu kita berempat bergi ke after-party di pitstop naik peugeot 505 yang disetiri seorang teman wanita dan saya berpikir betapa gender-neutralnya saya. saat dia berpusing-pusing mencari tempat parkir di parking lot sarinah yang sempit saya sibuk ngobrol dan mengisap ganja dengan teman wanita satu lagi di bangku belakang. kita ngobrol tetang antoine doinel di 400 blows, gelsomina, dan siapa yang lebih menjengkelkan, jesse, celine, céline, atau zampano.

di pitstop saya melintas di tengah lantai dansa, kemudian berdiri menyilang tangan di depan bar sambil menonton bapak-bapak beranting speaker bluetooth yang berpendar-pendar biru dan mbak-mbak bertwinset warna-warni primer berdansa ria diiringi i will survive. saya berkata kepada teman wanita saya sesama penghisap ganja tadi, 'i don't think i can survive this too much longer.'

kemudian saya berjabat tangan, cipika-cipiki, dengan teman wanita yang menyetir tadi, dia bilang 'thank you,' dan saya hanya mengangguk sambil menggerakkan bibir entah meringis, senyum, atau gengsi, cipika-cipiki dengan beberapa orang lagi yang menyapa saya dengan nama dan saya jawab dengan 'eh elu, cabut ah, garing,' dan di luar menyetop taksi blue bird dan bilang kepada sopirnya, 'apartemen daksa pak ya.'

di bangku belakang saya dan teman saya tadi meneruskan menghisap ganja dan berbincang-bincang dengan suara keras dan tertawa-tawa lebih keras lagi tentang tiga hari untuk selamanya yang ia tulis selama tiga tahun yang terasa seperti selamanya, hahaha, kala yang begitu overrated (saya: 'ya, but i never rated it in the first place'), ekskul yang diam-diam membuat mewek, dan bagaimana australia di wincing the night away mengingatkan kita berdua pada stockholm circa 2005.

di apartemennya kita bermain tenis wii dengan avatar yang kita namai inem dan svetlanarapova smashnavratilova dan baks lagi lints baru yang diluluri madu di antara minum tequila dengan batu es dan duvel dan anker tapi never never budweiser. semuanya diiringi isabella dan suci dalam debu dari ipod 80g yang dipasang di sebuah bose sounddock. di sini kita bisa berbicara lebih keras dan tertawa lebih keras tentang jobdesk menjadi stylist ian kasela, polemik tentang dude harlino di lembar surat pembaca genie, dan kios gloria jean's di blok m mal yang benar-benar menjual jins.

jam lima mulai ada jeda di antara tawa kita dan aku memesan blue bird lewat speed dial di hapeku. nomor 2 setelah 1 yang 'kamu' dan tak pernah lagi aku pakai. blue bird meluncur ke taman paris di pinggiran tangerang dan aku tiba saat laundry masih tutup dan pasar tradisional baru dua, tiga penjaja memajang semangka dengan label 'sedless.' di kamar ac masih menyala, kumatikan, dan aku berbaring di lantai yang dingin berbantal tas selempang yang dari tadi kuseret ke mana-mana. bau asap rokok di mana-mana. pugggungku panas. aku belum ganti baju, tapi buat apa juga, toh aku tidak lagi tidur berdua. 

No comments:

Post a Comment