Wednesday, 16 July 2008

An(n)a Kar(en)ina*


kau orang sunda, bahasamu seperti burung bernyanyi di pucuk angsana
pohon penyembuh segala, masih tersisa satu di pojok kota tua
ingatkah dulu waktu kita sering nongkrong di pinggir molenvliet
mengenang rimbaud dan sepatu yang lepas kulitnya, liburan di pusuk buhit
di sini kita hanya punya gunung salak, senja di beranda dengan budak setia
saudara saudaraku suka meloncat dari prau, menyulut menyan di klenteng naga
bersyukur pada maktjouw poo, semoga daganganku laku
laut cina selatan penuh marabahaya, perjalanan pulang penuh leliku
lebih baik menetap di sini saja, bapakku kapiten cina bercambang
tarik pajak dari rumah judi tenabang, opium den di luar batang
kuharap walau kau membaptisku dengan nama eropah
kau tetap tatahlah itu tembok dengan satu n saja, di sebelahnya hati tertembus panah



* pour Edo Wallad

2 comments:

  1. an(n)a dengan satu 'n' mengotori paruparu
    dengan sembilu dan pilu
    jelas di temaram lampu
    indekos lelaki melayu
    lelaki akan selalu pulang
    ke gedung sebrang tenabang
    ketinggian limabelas
    bertelanjang bebas
    rimbaud yang mati di tanggal lahirku
    legenda kini tertahta di buku
    nama eropah-mu
    aksara arab-ku
    mustahil bersatu
    cuma saling merayu

    ReplyDelete
  2. aduh mik, aku kangen deh sama puisi lu yg "konvensional" kyk gini, setelah sekian lama dikau ber-aneh2 hehehehe

    ReplyDelete