Sunday, 22 April 2007
Buta Kala
Siapkan telingamu, untuk tangis iriku usai film ini, bisikku padamu.
Dan layarpun sudah lama dibuka, dan kotak putih di dinding berubah berwarna.
Bising yang mendengung di telinga, seorang polisi berparas Sparta.
Jika semua orang bersalah, untuk apa jijik pada darah?
Dia Eros, semua orang adalah Erastes, apakah kau sepakat tentang itu?
Dia Janus, dewa bermuka dua, peragu di pintu gerbang.
Melihat ke depan dan ke belakang.
Dinding-dinding tua, seperti lorong-lorong Wong Kar-Wai.
Dan payung-payung yang berdansa itu, Bollywoodkah menurutmu?
Dan Golum, kali ini dia memanjat dinding dengan kecepatan The Ring.
Membuahkan Lara Croft di masa lalu yang genting.
Masa lalu dan masa depan adalah dongeng dan kenyataan.
Dalam lagu sore yang menjemukan, dan poster-poster yang palsu.
Dari balik selimut tua, muncul Agathon muda.
Dan Pausanias kali ini pergi untuk kembali, mungkin hanya nanti.
Dada mereka mengkilat, dan dari puting mereka yang gelap timbul geliat.
Sejauh ini apakah kamu telah iri, kasihku?
Tanyakan padaku dua babak lagi, ini baru sebuah prolegomena.
Aku tahu semua ini akan berakhir dengan kening yang berkerut.
Mungkin juga jakun yang menyentak.
Saat ini aku tak merasakan apa-apa.
Bukankah itu poinnya, menikmati yang sekarang, bukan nanti dulu?
Ini seperti sebuah speakeasy, di mana semua orang tiba-tiba jadi teetotal.
Seperti sebuah ulang tahun, di mana tak ada tar.
Sebuah desa yang tak pernah hambar.
Apakah aku harus peduli pada sebuah estetika yang baru hanya di negeri itu?
Semua ini adalah kenyataan yang dipelesetkan.
Dongeng yang diskenariokan.
Hadirin yang dipusingkan.
Nama-nama yang diberi arti baru.
Cobalah cari pekerjaan yang lebih gampang.
Seperti memanggul dunia antah berantah?
Beritakan itu pada Atlas, Cupid, biarkan Hermes melipat sayap di tungkainya.
Apakah masih ada yang peduli dengan mutu?
Perempuan itu menungganginya, dan Janus tak kuat lagi memalingkan muka.
Darah itu menetes seperti oli tua.
Untuk apa semuanya?
Yang penting hanya semua yang sudah lama tak pernah dilakukan, yang baru.
Pinggang celana yang kembali naik.
Topi Dickens pada paras Asia yang tegang.
Di ujung payungmu, masihkah ada langit?
Apakah semua orang sekarang benci warna biru?
Jadi, Lara Croft anak Golum yang bertugas melindungi Sang Penidur.
Yang diantarkan oleh seseorang yang tak bernama Eros ke sepeti harta karun.
Yang siap mengorbankan dirinya adalah yang berhak selamat.
Ratu Adil benar-benar seorang Ratu.
Bonafide Faerie Queere.
A Rice Queen of Justice!
Dengan panglima-panglimanya yang murung.
Berbalik badan menuju senja seakan ia hanya layar biru.
Dan di kedai bubur yang buka sampai pukul tiga:
Aku merasa seperti sudah didera oleh ulasan-ulasan berbunga di koran Minggu.
Baiklah, bukankah itu maumu sayang?
Lama-lama aku tak ingin kenyataan jadi seperti mimpiku.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ah? ini masih seputar tulisan seseorang yang dia klaim sebagai sebuah review?? gosh....kamu sangat marah rupanya...:))
ReplyDeleteReview hebat, meskipun gak setuju. Tetep, review luar biasa. Berapa lama bikinnya?
ReplyDelete